Bandeng Presto
Ikan bandeng yang gurih sering kali membuat sebagian orang malas memakannya karena banyaknya duri-duri yang lembut. Tetapi, sejak ikan bandeng bisa diolah menjadi ikan yang berduri lunak, membuat orang-orang bisa menikamti gurihnya bandeng tanpa perlu repot dengan durinya.
Sejarah Bandeng Presto
Perintis usaha bandeng Presto adalah seorang wanita kelahiran Juwana, Jawa Tengah, 28 Juni 1953 bernama Ibu Hanna Budimulya.
Pada pertengahan 1976 dalam hidupnya yang bisa dikatakan prihatin dengan rumah berdinging papan di antara rumah-rumah tembok yang berdiri di jalan Pandanaran no. 33 Semarang. Keadaan suaminya alm Agus Pradekso, mencari nafkah dengan menjadi sopir trukyang melayani angkutan barang Semarang-Jakarta.
Meski sudah membanting tulang, hasilnya tidak mencukupi, bahkan makin lama ongkos perawatan truk justru melebihi pendapatan.
Ibu Hanna sangat was-was dengan pekerjaan suaminya sebagai sopir truk. Setiap malam Ibu Hanna berdoa agar bisa mendapat nafkah dengan cara lain.
Hadiah Ulang Tahun Panci Pressure Cooker
Suatu hari, Ibu Hanna mengantarkan anaknya pertamanya masuk taman kanak-kanak. Di sekolah Ibu Hanna melihat banyak ibu-ibu mengantarkan anaknya sambil membawa barang dagangan seperti baju dan sepatu.
Melihat para ibu mempunyai usaha sampingan, Ibu Hanna ingin membantu suaminya tetapi beliau tidak tahu apa yang dapat dijualnya. Dalam kebingungan Ibu Hanna berdoa meminta petunjuk Tuhan, usaha apa yang cocok, pikir ibu dari Diana dan Christika ini.
Suatu hari setelah selesai berdoa, ibu Hanna mendapat ide untuk menjual bandeng pindang yang durinya akan dilunakkan dengan menggunakan panci pressure cooker merk Presto, dimana panci itu merupkaan hadiah ulang tahunnya pada tanggal 28 Juni 1976. Setelah melalui beberapa kegagalan, akhirnya Ibu Hanna menemukan cara untuk melunakkan duri ikan bandeng.
PERCAYA DIRI
Produksi awal Ibu Hanna sebanak tiga kilogram atau 12 ekor ikan bandeng. Ibu Hanna menawarkan bandeng buatannya pada ibu-ibu sesama pengantar anak di sekolah. Pada hari pertama, baru laku 2 ekor, hamun hari-hari berikutnya jumlah pembeli semakin bertambah.
Ibu Hannapun semakin percaya diri dan berani membuka toko bandeng Presto di ruang muka rumahnya. Kata Presto dia ambil dari merk panci miliknya.
Toko "Bandeng Presto" makin ramai dikunjungi pembeli sehingga menarik minat dari para tetangganya untuk terjun dalam bisnis yang sama. Suami ibu Hanna akhirnya menjual truk dan membantu mengelola usaha bandeng presto, dimana setiap pagi pukul 04.00 harus ke pasar ikan kobong yang jaraknya cukup jauh sekitar 10 km untuk membeli ikan bandeng.
DIPATENKAN
Pertama kali ikan bandeng PResto dijual Rp. 5.000,- per ekor. Karena banyaknya pesaing dari para tetangga, maka Bapak Agus mempatenkan merk Presto ini sehingga merek Presto ii tidak dapat digunakan orang lain. Bandeng Presto sekarang menjadi icon dari kota Semarang sehingga banyak sekali orang dari dalam kota Semarang sendiri dan orang dari luar kota yang membeli untuk oleh-oleh kerabat, saudara dan teman-teman. Bahkan bandeng Presto sudah sampai ke luar kota, seperti Surabaya, Jakarta dan Bandung, bahkan ke luar negeri seperti Hongkong dan Amerika.